BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Pages

Madah Mutiara

.

.

diaktifkan oleh Klik1Malaysia.com

Monday, April 25, 2011

Memilih Pasangan Menuju Keluarga Sakinah

By: M. Agus Syafii

Di dalam membangun keluarga sakinah, salah satu upaya yang paling penting adalah memilih pasangan yang tepat. Lantas bagaimana caranya memilih pasangan untuk menuju keluarga sakinah? Di dalam memilih pasangan, ada peranan rasa dan ada peranan ilmu. Perasaan cocok sering lebih 'benar' dibanding pertimbangan ilmiah Jika seorang wanita dalam pertemuan pertama dengan seorang lelaki langsung merasa bahwa lelaki itu terasa sreg untuk menjadi suami, meski ia belum mengetahui secara detail siapa identitas si lelaki itu, biasanya faktor perasaan sreg itu akan menjadi faktor dominan dalam mempertimbangkan. Sudah barang tentu ada orang yang tertipu oleh hallo efec, yakni langsung tertarik oleh penampilan, padahal sebenarnya penampilan palsu.

Sementara itu argumen rasional berdasar data lengkap tentang berbagai segi dari karakteristik lelaki atau perempuan, mungkin dapat memuaskan logika, tetapi mungkin terasa kering, karena pernikahan bukan semata masalah logika, tetapi justeru lebih merupakan masalah perasaan. Ada pasangan suami isteri yang dari segi infrastruktur logis (misalnya keduanya ganteng dan cantik, usia sebaya, rumah tempat tinggalnya bagus, penghasilan mencukupi, kelengkapan hidup lengkap) mestinya bahagia, tetapi pasangan itu justru melewati hari-harinya dengan suasana kering dan membosankan, karena hubunganya lebih bersifat formal dibanding rasa. Perasaan sreg dan cocok akan dapat mendistorsi berbagai kekurangan, sehingga meski mereka hidup dalam kesahajaan, tetapi mereka kaya dengan perasaan, sehingga mereka dapat merasa ramai dalam keberduaan, merasa meriah dalam kesunyian malam, merasa ringan dalam memikul beban, merasa sebentar dalam mengarungi perjalanan panjang. Mereka sudah melewati usia 40 tahun perkawinan, tetapi serasa masih pengantin baru.

Agama adalah tuntunan hidup kita, oleh karena itu tuntunannya juga sejalan dengan fikiran (logika) dan perasaan secara umum. kita diciptakan Allah dengan dilengkapi fitrah kecenderungan (syahwat) yang bersifat universal seperti yang disebut dalam al Qur’an. 'Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu : wanita2, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga) Q/3:14)

Adalah manusiawi jika kita tertarik kepada lawan jenis, bangga memiliki anak-anak yang banyak dan sukses, senang memiliki benda-benda berharga, kendaraan bagus , kebun luas dan binatang ternak. Kita secara manusiawi menyukai kenikmatan, kebanggaan dan kenyamanan. Sepanjang syahwatnya ditunaikan secara benar dan syah (halal) maka ia bisa menjadi sesuatu yang dipandang ibadah, atau sekurangnya mubah, tidak haram. Jika lelaki menginginkan memiliki isteri yang cantik dan kaya, atau seorang wanita menginginkan memiliki suami yang ganteng dan kaya, maka syahwat seperti itu adalah syahwat yang wajar dan sah karena hal itu merupakan fitrah yang dilekatkan Allah kepada kita.

Akan tetapi kita juga memiliki hawa disamping syahwat. Hawa atau yang dalam bahasa Indonesia disebut hawa nafsu adalah dorongan (syahwat) kepada sesuatu yang bersifat rendah, segera, dan tidak menghiraukan nilai-nilai moral, atau apa yang dalam teori Freud disebut id, yakni aspek hewani dari manusia, dari struktur id, ego dan superego (hewani, akali dan moral). Jika orang dalam memilih lebih depangaruhi oleh hawa, maka kecenderunganya adalah pada kenikmatan segera atau bahkan kenikmatan sesaat, bukan pada kebahagiaan abadi. Jika orang dalam memilih lebih dipengaruhi oleh tuntunan nurani dan agama, maka pertimbangannnya lebih pada memilih kebahagiaan abadi, meski untuk itu sudah terbayang harus melampaui terlebih dahulu fase-fase kesabaran dalam menghadapi kesulitan dan kepahitan hidup. Agama, seperti yang dianjurkan oleh Nabi memberikan tuntunan dalam memilih pasangan. Ada empat pertimbangan yang secara sosial selalu diperhatikan pada calon pasangan yang akan dipilih, yaitu harta, keturunan , kecantikan, keturunan dan agama. Artinya, Wanita itu dinikahi karena empat pertimbangan, kekayaannya, nasabnya, kecantikannya dan agamanya. Pilihlah wanita yang beragama niscaya kalian beruntung. (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Wassalam,
M. Agus Syafi

Saturday, April 23, 2011

Poco-poco boleh tapi bersyarat

SEPANG: Muzakarah Jawatankuasa Fatwa (JKF) Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Ugama Islam Malaysia yang bersidang di sini, sejak Rabu hingga semalam memutuskan tidak menghalang orang ramai terbabit dengan tarian poco-poco, selagi tidak melanggar garis panduan ditetapkan.

Pengerusinya, Prof Emeritus Tan Sri Datuk Dr Abdul Shukor Husin berkata, jawatankuasa itu sudah mengeluarkan Garis Panduan Amalan Kebatinan Dalam Persembahan Kesenian Tradisional Masyarakat Melayu pada 2007 yang boleh dijadikan rujukan berhubung perkara itu.



“Di antara garis panduan ditetapkan adalah menjaga pergaulan antara lelaki dan wanita serta mengawal pergaulan, menjaga etika berpakaian, tidak berbentuk pemujaan dan tidak melakukan ritual atau ibadat orang bukan Islam.

“Jadi, jika berdasarkan garis panduan itu, kita tidak ada halangan... tambahan lagi kita dimaklumkan tarian poco-poco sudah dibuat dengan pelbagai cara dan ada juga pandangan menyatakan ia baik untuk kesihatan.


“Namun, kita menasihatkan masyarakat Islam supaya berhati-hati dan melihat kepada garis panduan itu, sekiranya tidak melanggar (garis panduan) dan mendatangkan kesihatan, kita tiada halangan,” katanya pada sidang media selepas mempengerusikan muzakarah terbabit di sini, semalam.



Januari lalu, Jawatankuasa Fatwa Negeri Perak memutuskan tarian poco-poco diharamkan di negeri itu kerana ia mempunyai kaitan dengan kepercayaan agama lain iaitu Kristian selain pemujaan roh, malah berdasarkan kajian ia sering diamalkan di Jamaica dan bercirikan agama Kristian.

Bagaimanapun, Abdul Shukor berkata, pihaknya masih melakukan beberapa kajian terhadap tarian berkenaan sebelum keputusan lanjut berhubung perkara itu diambil. Beliau berkata, keputusan pengharaman tarian itu di Perak masih kekal memandangkan Majlis Agama Islam Negeri mempunyai kuasa mengeluarkan fatwa berhubung sesuatu perkara.



Sementara itu, katanya muzakarah selama tiga hari itu turut membincangkan mengenai penggunaan vaksin untuk jemaah haji dan umrah dan mereka bersetuju penggunaan vaksin Meningitis Mencevax yang sudah digunakan sejak sekian lama di negara ini adalah harus dan dibenarkan.

“Kita sudah meneliti semua pandangan yang diterima dan sudah mendapatkan maklumat terperinci daripada Kementerian Kesihatan dan pakar berkenaan. Berikutan itu kita bersetuju ia harus digunakan masyarakat Islam... tambahan pula ia sudah lama digunakan di negara ini,” katanya.

Wednesday, April 20, 2011

Membangun Interaksi Suami Isteri

Assalamualaikum ikhwah dan akhawat sekalian,

Apakah yang kita inginkan terhadap keluarga kita?
Sudah pasti, tidak ada seorang suami atau isteripun di dunia ini yang menginginkan keluarganya:

Menjadi kacau bilau.
Sentiasa bermasaalah.
Menjadi neraka dunia.
Begitu juga dengan kita di mana kita pasti menginginkan :
Keluarga yang harmoni di mana hubungan suami isteri yang romantik.
Keluarga yang ‘sakinah mawaddah wa rahmah’.
Rumah tangga yang menjadi syurga dunia iaitu ‘baiti jannati’ (rumahku syurgaku).

Untuk mencapainya, Islam mengajarkan kepada kita cara-cara untuk membangun kehidupan keluarga dengan berlandaskan interaksi antara suami dan isteri yang menekankan ciri-ciri berikut:
PERTAMA : KESEIMBANGAN (AT-TAWAAZUN)

Allah swt meletakkan hukum ‘tawazun’ (keseimbangan) pada setiap ciptaanNya.
Kita akan mendapati keseimbangan yang luar biasa pada alam ini misalnya :
Kedudukan matahari yang jaraknya paling sesuai yang menghasilkan keseimbangan pada suhu bumi.
Berlakunya putaran antara siang dan malam.
Bintang-bintang yang menghiasi langit dengan indahnya.
Kewujudan gas Oksigen yang mencukupi untuk pernafasan manusia.
“Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?” (QS Al-Mulk : 3)

Dengan keseimbangan ini, kehidupan berjalan dengan baik. Sebaliknya, apabila keseimbangan ini hilang, yang berlaku adalah kerusakan dan kebinasaan sepertimana ketika manusia merusakkan keseimbangan alam dan membuat tatacara lingkungan kehidupan yang “baru”. Ketika hutan telah ditebang dan dibersihkan, maka air sungai mula dicemari yang akhirnya mengakibatkan banjir dan ini adalah salah satu kesan dari ketidakseimbangan aktiviti yang dilakukan oleh manusia.

Begitu juga dalam kehidupan rumah tangga. Islam mengajarkan keseimbangan ini sebagai salah satu prinsip yang mesti diterapkan oleh suami isteri.

“Dan para perempuan memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf…” (QS Al-Baqarah : 228)

Menurut Ath-Thabari, sebahagian ulama’ ketika menjelaskan ayat ini mengatakan :
“Dan mereka (para isteri) mempunyai hak untuk ditemani dengan baik dan dipergauli secara makruf oleh suami mereka. Sebagaimana mereka berkewajiban mentaati suami dalam hal-hal yang telah diwajibkan Allah atas mereka.”

Sedangkan Muhammad Abduh dalam ‘Tafsir Al-Manar’ menafsirkan ayat ini dengan mengatakan :

“Dan yang dimaksudkan dengan keseimbangan di sini bukanlah kesamaan kewujudan sesuatu dan ciri-cirinya; tetapi yang dimaksudkan adalah bahwa hak-hak antara mereka itu saling mengganti dan melengkapi. Tidak ada suatu pekerjaan yang dilakukan oleh isteri untuk suaminya melainkan si suami juga mesti melakukan suatu perbuatan yang seimbang untuknya. Jika tidak seimbang dalam sifatnya, maka hendaklah seimbang dalam jenisnya.”
Sikap seimbang ini mesti wujud dalam kehidupan berumah tangga.
Sebagaimana suami memiliki kewajiban terhadap isteri, isteri juga memiliki kewajiban terhadap suami.
Jika suami ingin isterinya setia, demikian pula isteri menginginkan suaminya setia.
Jika suami ingin dicintai oleh isterinya, isteri juga ingin dicintai oleh suaminya.
Jika suami senang isterinya berhias rapi dan cantik, isteri juga senang jika suaminya berhias rapi untuknya.
Jika suami merasa senang dilayani oleh isterinya, isteri juga turut merasa senang dilayani oleh suaminya.
Jika masing-masing isteri dan suami menerapkan prinsip keseimbangan (tawazun) ini, maka tidak akan ada perasaan yang terbeban oleh salah satunya melebihi yang lain.

Beban dan masalah yang dihadapi oleh keluarga akan menjadi lebih ringan dan perasaan cinta semakin tumbuh dan berkembang apabila melihat pasangan masing-masing telah melakukan yang terbaik di antara mereka.
KEDUA : KEADILAN (Al -‘ADALAH)

Keadilan mestilah menjadi landasan dalam interaksi antara suami dan isteri kerana hanya dengan sikap itulah keharmonian hubungan mampu dijaga dan dilestarikan.
Bahkan lebih dari itu, jika suami dan isteri masing-masing mampu bersikap secara adil maka kesatuan mereka akan menghasilkan sebuah potensi besar yang sangat diperlukan untuk melahirkan generasi penerus yang berkualiti.

“Berlaku adillah, kerana adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Maaidah : 8)
Sikap adil yang lebih cenderung pada taqwa itu mesti dimiliki oleh suami dan isteri dalam interaksi mereka.
Sikap adil mesti menghiasi kehidupan rumah tangga, dari perkara yang sekecil-kecilnya hingga kepada persoalan yang lebih besar.
Adalah tidak adil jika suami mencela makanan yang disediakan oleh isterinya, sementara ia sendiri tidak mampu menyediakan bahan-bahan asas makanan dan peralatan memasak yang mencukupi.
Adalah tidak adil jika suami menuntut isterinya bersolek seumpama bidadari sewaktu di hadapannya, sementara suami tidak memberi nafkah yang mencukupi untuk membeli bahan kosmetik yang diperlukan.

Adalah tidak adil jika isteri mencela suami kerana kesalahan kecil sementara kebaikan suami tidak pernah dipujinya.
Adalah tidak adil jika isteri tidak pernah berterima kasih kepada suaminya yang bekerja keras sebulan penuh dan menyerahkan sebahagian gajinya, sementara saat ada hadiah kecil dari kawan-kawannya, si isteri tersebut mengucapkan terima kasih berkali-kali dan menyanjungnya.


Sikap adil mesti dimulai dari pemahaman diri dan penerimaan.
Suami isteri mesti memahami kewajibannya dahulu dan kemudian melaksanakannya dan bukan dimulai dengan menuntut haknya.
Sikap adil lebih mudah dilakukan oleh suami isteri jika ada majlis perkumpulan dalam keluarga di mana majlis perkumpulan ini boleh dilakukan secara santai sambil minum teh bersama atau acara santai lainnya.

KETIGA : CINTA DAN KASIH SAYANG (AL-MAHABBAH WAR RAHMAH)

Cinta dan kasih sayang merupakan suatu perkara yang sangat penting dalam interaksi antara suami dan isteri di mana kehidupan rumah tangga mestilah dibangunkan di atas landasan ini.
Ada sedikit perbezaan antara ‘mahabbah’ dan ‘rahmah’.
‘Mahabbah’ adalah cinta di kala suami isteri masih pada usia muda atau usia yang produktif.
‘Rahmah’ pula adalah cinta di saat mereka sudah menjadi datuk-datuk dan nenek-nenek di mana pada saat itu tidak ada hubungan intim suami isteri sebagaimana lazimnya ketika mereka muda, tetapi kasih sayang tetap membuatkan mereka bersatu dan saling mengasihi meskipun tidur saling membelakangi.
Dengan cinta dan kasih sayang, seorang suami akan berusaha semaksima mungkin untuk membahagiakan isterinya. Demikian pula isteri akan membahagiakan suaminya.
Cinta dan kasih sayang dalam ikatan perkahwinan mestilah menjadi cinta yang paling kuat dan paling kukuh melebihi apapun antara dua orang.
Rasulullah saw bersabda :

“Tidak terlihat di antara dua orang yang saling mencintai melebihi perkahwinan.” (HR Ibnu Majah)
Jadi, bagaimana jika perkahwinan kita belum juga membuahkan cinta atau cinta di awal perkahwinan kini menjadi semakin hambar atau nyaris pupus?
Salah satu tips yang boleh dilakukan adalah dengan mencari satu sahaja kelebihan isteri atau suami kita yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Kalau mencari yang sempurna (lebih dalam segala perkara), percayalah, kita tidak akan pernah mendapati seorangpun manusia seperti itu.
Cari satu sahaja kelebihannya dan fokuslah ke sana. Sudah sampai masanya kita mengabaikan satu pepatah yang mengatakan :
“Rumput jiran tetangga sentiasa lebih hijau.”

Tips lainnya adalah dengan sentiasa mengingati kesetiaan dan pengorbanannya.
Lihatlah sisi kelemahan atau kekurangan kita lalu bersyukurlah kerana Allah menjadikan pasangan kita menerima apa adanya.
Kenanglah di saat kita ditimpa sakit, siapakah yang melayani dan menunggu kita?
Ingatlah saat kita lemah, siapakah yang menguatkan kita?
Renungkan ketika jiwa kita terasa dingin, siapakah yang menghangatkan jiwa kita?
Bahkan, pandanglah anak-anak kita, isteri kitalah yang melahirkan mereka dengan risiko yang mengancam nyawanya manakala suami kitalah yang giat bekerja demi masa depan mereka.
KEEMPAT : MENDAHULUKAN KEWAJIBAN DARIPADA HAK (TAQDIIMU ADA-IL WAAJIBAAT ‘ALA THALABIL HUQUUQ)

Seringkali masaalah rumah tangga bermula dari perasaan ego suami atau isteri. Setiap mereka sentiasa menuntut hak-haknya tetapi tidak memperhatikan kewajibannya. Bahkan setiap mereka begitu tahu secara terperinci apa-apa yang menjadi hak masing-masing, tapi kurang peduli dengan kewajiban mereka masing-masing.

Interaksi suami dan isteri mestilah dibangunkan di atas landasan yang benar iaitu mendahulukan kewajiban daripada hak.
Oleh kerana itulah, buku ‘Kewajiban Isteri Kepada Suami’ mesti dibaca oleh isteri, bukan ditulis untuk dibaca oleh suami. Sebaliknya, buku ‘Kewajiban Suami kepada Isteri mesti dibaca oleh suami, bukan ditulis untuk dibaca oleh isteri.

Diceritakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari bagaimana Abu Darda’ yang sangat mengambil berat terhadap ibadah kepada Allah swt sehingga ia tidak sempat berhias untuk dirinya serta tidak sempat memperhatikan makan minum dan tidurnya.
Ketika Salman Al-Farisi berkunjung ke rumahnya dan mengetahui hal keadaan diri Abu Darda’ itu, ia mendapat pengesahan dari isteri Abu Darda’ bahwa memang Abu Darda’ tidak memiliki hajat pada dunia.
Salman kemudian menasihati Abu Darda’ dengan kalimah yang dipersetujui oleh Rasulullah saw:
“Terhadap tuhanmu ada kewajiban yang mesti kau tunaikan, terhadap badanmu ada kewajiban yang mesti kau tunaikan, terhadap keluargamu ada kewajiban yang mesti kau tunaikan. Maka berikan hak kepada setiap orang yang memiliki haknya.”

Jadi… sudahkah kita memenuhi kewajiban kita sebagai suami atau isteri kepada pasangan tercinta kita atau jangan-jangan kita malah tidak begitu tahu apakah kewajiban-kewajiban kita?
Semoga kita menjadi suami atau isteri yang baik yang dengannya kita mampu menempatkan diri kita untuk dicintai dan disayangi oleh pasangan kita masing-masing.
Ya Allah, permudahkanlah kepada kami untuk kami mewujudkan interaksi yang baik dengan pasangan kami sehingga melalui interaksi yang baik ini akan membuahkan kecintaan, kasih sayang, keseimbangan dan keadilan serta saling melaksanakan kewajiban masing-masing bagi melahirkan kerukunan rumahtangga yang menjadi refleksi kepada ‘Rumahku Syurgaku’.

Ameen Ya Rabbal Alameen

Wan Ahmad Sanadi Wan Ali
Pengerusi JK Tarbiah IKRAM Shah Alam

"UKHUWAH TERAS KEGEMILANGAN"
"IKRAM WADAH PERJUANGAN"

Saturday, April 16, 2011

Bismillahirrohmaanirrohim
Ihwah Fillah,
Ikhlas merupakan kekuatan iman, pengendali jiwa yang mendorong seseorang untuk menyingkirkan kepentingan pribadi dan menjauhkan keinginan-keinginan material sehingga tujuan amaliyahnya semata-mata hanya mengharapkan redha Allah swt. Segala macam amalan yang telah engkau lakukan akan sia-sia manakala tanpa disertai rasa ikhlas. Bagi seorang aktivis dakwah, rasa ikhlas akan melindungi dirinya dari godaan-godaan dan tipu daya syaitan dan perasaan terbebani dalam menjalankan tugas dakwah yang mulia ini.
Allah swt. berfirman:
Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah (dengan) mengikhlaskan agama karena-Nya serta jauh dari kesesatan… (QS. Al Bayyinah : 5)
… maka barangsiapa yakin sepenuhnya akan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah ia beramal dengan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan dengan siapapun dalam beribadah kepada Rabbnya. (QS. Al Kahfi : 110)
Dan mereka memberi makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makan kepadamu hanyalah mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih (QS. Al Insaan : 8-9)
Dari Amirul Mukminin Abu Hafs Umar bin Khatab berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, Sesungguhnya segala perbuatan bergantung pada niatnya, dan bahwasanya bagi tiap-tiap orang apa yang ia niatkan. Barang siapa yang berhijrah menuju (ridha) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrah karena dunia (harta atau kemegahan dunia), atau karena wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu ke arah yang ditujunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sesungguhnya Allah Azza Wa Jala tidak menerima amal melainkan amal yang ikhlas dan tertuju pada satu arah (yaitu keridhaan-Nya). (HR. Imam Daud dan Imam Nasa’i).
Muadz bin Jabbal meriwayatkan ketika beliau diutus oleh Rasulullah saw. ke Yaman, “Ya Rasulullah, berilah pesan kepadaku”. Lalu Rasulullah saw. bersabda kepadanya,
Ikhlaskanlah agamamu, niscaya amal yang sedikit pun mencukupimu.

Indikasi Ikhlas
Seperti kita ketahui bahwa syarat diterimanya ibadah ada dua: amalan yang dikerjakan sesuai tuntunan syariat dan amalan tersebut dikerjakan karena mengharap ridha Allah (ikhlas). Kedua syarat tersebut wajib terpenuhi. Suatu amalan yang ditunaikan tanpa sesuai syariat, maka amalan tersebut akan tertolak di mata Allah walaupun berniatkan mengharap ridho dari Allah swt. Amalan yang dilaksanakan tanpa niat kepada Allah, akan mutlak tertolak di hadapan Allah walaupun syariat telah terpenuhi.
Seorang aktivis dakwah hendaklah selalu bermuhasabah terhadap amalan-amalan yang telah dilaksanakan. Apakah dakwah yang diemban dalam rangka menjemput ridha Allah swt. atau untuk mendapatkan popularitas semata di mata masyarakat atau ucapan terima kasih?
Seorang aktivis dakwah hendaklah selalu berdoa kepada Allah agar ditetapkan hatinya untuk beramal ikhlas dan berjalan sesuai dengan syariat-Nya. Jika amalan yang dikerjakan berbenturan dengan syariat, maka hendaklah ia bertaubat kepada Allah Azza Wa Jalla. Jika tidak, maka adzab Allah lah yang akan dia dapat serta amalan-amalan yang dikerjakan akan lenyap sia-sia.
Menggapai Keikhlasan
Ketahuilah wahai aktivis dakwah, ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam menggapai keikhalasan:
hendaklah amalan-amalan yang dikerjakan semata-mata hanya mengharapkan ridha Allah swt.
setiap aktivitas, amal perjuangan, dan kehidupan sehari-hari harus sesuai dengan tuntunan syariat Allah swt.
senantiasa bermuhasabah diri akan niat dalam beramal.
senantiasa waspada terhadap tipu daya syetan yang selalu ingin menghancurkan keimanan kita melewati sifat riya.
Kepribadian tersebut harus ada pada diri seorang aktivis dakwah. Itulah yang harus engkau tampilkan di tengah-tengah masyarakat dengan penuh izzah. Tugas seorang aktivis dakwah adalah melaksanakan tugas dakwah dengan istiqomah. Kita harus tetap yakin bahwa kelak Allah swt. akan menurunkan rahmat-Nya kepada masyarakat berupa terpimpinnya mereka dalam syariat Allah, menerima dakwah ini, dan menjalankan perintah Allah tanpa rasa paksaan dari dalam diri mereka. Sungguh, dakwah yang dilaksanakan dengan ikhlas dan tawadhu akan diterima dalam hati masyarakat.
Wahai para aktivis dakwah, ingatlah kisah di bawah ini
Dahulu hiduplah seorang ahli ibadah. Ia telah puluhan tahun beribadah kepada Allah dengan rasa ikhlas dan tawadhu. Suatu ketika, datanglah seorang pemuda yang memberitahukan kepadanya bahwa masyarakat di kampungnya telah mengkeramatkan sebuah pohon bahkan sampai menyembahnya. Mendengar hal tersebut, sang ahli ibadah merasa berkewajiban untuk memberantas kemungkaran yang mereka lakukan. Segeralah sang ahli ibadah mengambil kapak untuk menghancurkan pohon tersebut.
Di tengah perjalanan, ahli ibadah dihadang oleh syaitan yang telah menjelma menjadi orang tua. Orang tua berkata,
“Hendak kemana, wahai orang yang dirahmati Allah?”
“Aku hendak menebang pohon yang disembah banyak orang tersebut.” jawab ahli ibadah dengan jujurnya.
“Apa urusanmu dengan pohon itu? Sesungguhnya Anda telah meninggalkan kesibukan ibadah kepada Allah dan bukankah urusan ini bukan tugas Anda?” ungkap orang tua tersebut. Merasa dihalangi, ahli ibadah itu pun menjawab,
“Tidak! Tugas ini adalah ibadahku juga.”
Akhirnya terjadilah perkelahian antara orang tua dan ahli ibadah. Kemengan diraih oleh ahli ibadah. Tubuh orang tua itu terkapar di tanah dan dibelenggu oleh ahli ibadah. Kemudian, si orang tua tersebut berkata,
“Tolong lepaskan aku. Aku ingin menyampaikan sesuatu.” Maka dilepaslah orang tua itu dan berkatalah ia,
“Mengapa Anda melakukan ini? Sesungguhnya Allah telah membebaskan tugas ini dan tidak mewajibkannya untuk Anda, dan Anda sendiri tidak menyembah pohon tersebut. Lalu apa urusan Anda dengan orang lain. Bukankah Allah telah mengutus para nabi di seluruh negeri. Jika Dia berkehendak niscaya akan diangkatnya mereka untuk menghancurkan pohon tersebut.” Sang ahli ibadah tetap tegar seraya berkata,
“Bagaimanapun aku tetap berkewajiban untuk menebangnya!” Akhirnya terjadi perkelahian kedua di antara mereka dan pada akhirnya dimenangkan oleh ahli ibadah. Orang tua itu menyadari bahwa kemenangan ahli ibadah semata-mata karena ahli ibadah memiliki senjata yang ampuh, yaitu keikhalasan. Akhirnya ia berpikir untuk membengkokkan niat dari ahli ibadah.

“Sebenarnya aku merasa kasihan terhadap dirimu yang direndahkan oleh rakan-rakanmu karena kemiskinanmu. Bukankah dengan harta, engkau akan mendapatkan kedudukan di hadapan masyarakat? Dengan harta pula, engkau dapat menyantuni fakir miskin dan orang-orang yang memerlukan pertolongan.” kata orang tua itu.
“Benar juga apa yang engkau katakan.” jawab sang ahli ibadah yang telah goyah hatinya. Akhirnya ia pulang dengan dijanjikan oleh orang tua itu bahwa ahli ibadah akan mendapatkan wang 2 dirham setiap hari dari orang tua tersebut sebagai imbalan mengurungkan niatnya untuk menebang pohon tersebut.
Syaitan tetaplah syaitan. Hari-hari yang berlalu, ia tetap memberi wang namun setelah beberapa ketika, ahli ibadah tersebut tidak mendapatkan wang tersebut. Dengan perasaan jengkel dan marah, ahli ibadah pergi ke pohon tersebut untuk menumbangkan kembali pohon syirik tersebut.
Di tengah jalan iblis kembali menyerupai orang tua itu dan kembali menghadang. Perkelahian terjadi kembali namun ahli ibadah kalah dan kalah lagi dengan mudahnya. Ahli ibadah pun berkata,
“Mengapa aku kalah sekarang, padahal dahulu begitu mudahnya aku mengalahkanmu?”
“Ketahuilah bahwa tempoh hari engkau marah dan berniat menghancurkan pohon keramat semata-mata karena mengharapkan redha Allah, maka dengan mudah kau mengalahkanku. Namun, pada hari ini engkau marah karena harta, maka dengan mudah aku mengalahkanmu.”
Tidak ada alasan pada diri kita untuk tidak menanamkan rasa ikhlas. Hindarilah perbuatan-perbuatan yang dapat menjerumuskan kita ke jurang kenistaan. Janganlah mudah terpesona dan tersanjung dengan pujian dan sanjungan karena terkadang hal tersebut membawa kita kepada sifat riya dan angkuh.
Begitulah seorang aktivis yang senantiasa menghendaki dakwah Islamiyah tersebuar luas dan menghendaki Islam tampil mulia dan cemerlang, sehingga umat Islam memiliki harga diri dan menjadi umat yang diperhitungkan, merasakan kebahagiaan dan mendapatkan rahmat serta pertolongan Allah yang Maha Rahman.
Wallahu’alam bishshowwab
Oleh: IKRAM Shah Alam
Sumber: ‘Ulwan, Nashih Abdullah.2002. 5 Taujih Ruhiyah untuk aktivis Dakwah dan Harakah